29 Okt 2025 - 56 View
Tanah Datar, RedaksiDaerah.com — Apa yang semula digagas sebagai ajang mempererat hubungan antara pemimpin nagari dan masyarakat, berubah menjadi panggung blunder politik. Upaya Walinagari Rao-rao, Ade Raunas, SE, untuk mengambil hati masyarakat Jorong Carano Batirai, Nagari Rao-rao, Kecamatan Sungai Tarab, Tanah Datar, berujung antiklimaks.
Acara silaturahmi di Surau Tabiang, Rabu (29/10/2025), yang diklaim sebagai wadah memperkuat kekompakan antara pemerintah nagari dan warga, justru memperlihatkan retaknya komunikasi antara pemimpin dan rakyatnya sendiri. Warga yang datang dengan harapan berdialog, malah ditinggalkan tanpa pamit oleh sang wali nagari.
Masyarakat menyebut pertemuan itu “silaturahmi setengah hati”. Bukan karena mereka menolak, tapi karena sang wali datang dengan niat politis, bukan dengan niat tulus. “Kalau mau ambil hati masyarakat, datanglah dengan niat mendengar, bukan cuma makan lalu pergi,” ujar Akhiyar (62), tokoh masyarakat Carano Batirai, dengan nada kecewa.
Ade Raunas dikabarkan datang bersama rombongan kecil. Ia disambut hangat oleh warga, diajak makan bersama, lalu dijadwalkan berdiskusi soal program nagari dan keluhan warga. Namun, setelah santap siang usai, Ade Raunas bangkit dari kursinya dan pergi begitu saja. Tanpa sepatah kata, tanpa ucapan pamit, tanpa alasan yang jelas.
Beberapa menit kemudian, warga baru tahu alasan kepergiannya — ia mengaku hendak ke Padang untuk mengantar anak gadisnya. “Katanya mau ke Padang, tapi kami heran, kenapa tak bisa pamit baik-baik? Masa pemimpin pergi begitu saja dari forum resmi masyarakatnya?” tanya Rofiq (45), warga Carano Batirai.
Bagi sebagian warga, peristiwa itu bukan sekadar soal etika. Ini adalah sinyal dari lemahnya kepemimpinan dan retaknya kepercayaan publik terhadap pemerintahan nagari. Banyak yang menilai, silaturahmi itu hanyalah upaya pencitraan belaka, setelah berbagai persoalan program dan anggaran nagari mulai disorot warga.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah proyek irigasi di Banda Gadang yang gagal berfungsi karena debit air kecil. Warga menuding program itu dijalankan tanpa kajian teknis yang matang. “Sudah tahu air kecil, tapi tetap saja dibuat proyeknya. Akhirnya mesin jadi pajangan, uang habis, sawah tak terairi,” ujar Rofiq menambahkan.
Selain proyek irigasi, warga juga menyoroti dua kegiatan nagari lain yang dianggap “proyek hampa”: pelatihan budidaya maggot dan pelatihan konten kreator. Keduanya dinilai tidak memiliki hasil nyata, hanya menghabiskan dana belasan juta rupiah. “Beli kamera mahal, tapi tak ada hasil. Pelatihan maggot juga entah ke mana. Uangnya dari rakyat, tapi rakyat tak merasakan hasilnya,” ujar warga lain yang enggan disebut namanya.
Beberapa warga meyakini, silaturahmi ini sebenarnya bagian dari strategi Ade Raunas untuk memperbaiki citra setelah desakan dan kritik publik makin tajam. “Ini manuver politik. Setelah programnya banyak dipertanyakan, dia ingin tampil seolah dekat dengan masyarakat. Tapi caranya keliru,” kata seorang tokoh masyarakat yang hadir di lokasi.
Ironisnya, justru karena kepergiannya yang mendadak itu, kepercayaan masyarakat makin runtuh. Mereka merasa tidak dihormati, bahkan dipermalukan. “Kami ini rakyatnya, bukan tamu tak diundang. Kalau mau ambil hati, jangan dengan drama,” ujar Akhiyar, menegaskan nada kecewa.
Jayanisra, salah seorang warga perempuan yang turut hadir, menyebut tindakan wali nagari itu “kurang adat dan kurang pribadi”. Dalam kultur Minangkabau, katanya, meninggalkan forum tanpa pamit adalah bentuk pelecehan sosial. “Pemimpin adat tahu sopan santun. Kalau seperti ini, apa contoh yang mau ditinggalkan?” katanya dengan nada kesal.
Taufik (66), warga lainnya, menambahkan bahwa masyarakat sebenarnya sudah menyiapkan banyak pertanyaan — mulai dari pembagian BLT yang tidak merata hingga bantuan lansia yang tidak jelas. “Kami sudah menunggu momen ini. Tapi wali nagari malah kabur. Ini bukan silaturahmi, ini pelecehan terhadap aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Sejumlah tokoh jorong kini sepakat akan menyampaikan laporan ke Camat Sungai Tarab agar perilaku dan kinerja Wali Nagari Rao-rao dievaluasi secara resmi. Mereka menilai pemimpin yang tak mampu berhadapan dengan rakyatnya tidak layak memimpin nagari yang kompleks seperti Rao-rao.
Hingga berita ini diterbitkan, Ade Raunas belum memberikan tanggapan resmi. Pesan konfirmasi media ini yang dikirim melalui WhatsApp juga belum dijawab kembali. Namun di lapangan, masyarakat sudah menilai bahwa niat “ambil hati” yang tak disertai ketulusan hanya akan memperlebar jurang antara pemimpin dan rakyatnya.
“Kalau silaturahmi cuma untuk foto dan pencitraan, lebih baik tak usah datang sama sekali,” ujar seorang warga menutup pembicaraan. “Karena kepercayaan rakyat itu bukan bisa dibeli dengan senyum — tapi dibangun dengan sikap hormat dan keberanian menghadapi persoalan.”
---
Reporter: TIM
Editor: RD TE Sumbar
0
0
0
1
0
1