31 Agt 2025, 90 View
Oleh : Fernando Stroom
Tanah Datar — Program Indonesia Pintar (PIP) sejatinya lahir sebagai salah satu instrumen negara dalam memutus rantai kemiskinan melalui akses pendidikan. Dana ini diperuntukkan bagi siswa dari keluarga kurang mampu agar mereka tidak terhenti sekolah hanya karena persoalan biaya. Namun ironisnya, di sejumlah daerah, justru muncul praktik kotor di dunia pendidikan: penyalahgunaan dana PIP oleh oknum yang mestinya menjadi teladan.
Kasus penyelewengan dana bantuan pendidikan ini adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap amanah negara dan rakyat kecil. Bagaimana mungkin, di saat anak-anak dari keluarga miskin berharap bantuan untuk membeli buku, seragam, atau ongkos ke sekolah, justru ada pihak-pihak yang tega “menyikat” hak mereka? Bukankah hal ini sama saja merampas masa depan generasi bangsa?
Lebih jauh, praktik culas seperti ini menelanjangi wajah gelap dunia pendidikan kita. Institusi yang seharusnya menjadi benteng moral, malah menjadi lahan bancakan. Bagi masyarakat miskin, dana PIP bukan sekadar angka di rekening, tetapi harapan terakhir agar anak mereka bisa tetap bersekolah tanpa terbebani biaya. Setiap rupiah yang dikorupsi, sama artinya memutus jalan bagi seorang anak untuk bermimpi.
Ada dua persoalan besar yang mencuat. Pertama, lemahnya sistem pengawasan. Distribusi dana PIP seringkali hanya berhenti di tingkat administrasi tanpa memastikan benar-benar sampai ke tangan siswa penerima. Kedua, mentalitas korup yang masih bercokol di tubuh oknum pendidik maupun birokrat. Perpaduan keduanya menciptakan ruang gelap bagi praktik penyalahgunaan.
Opini publik yang kini menggema adalah bukti bahwa masyarakat tidak lagi bisa tinggal diam. Dunia pendidikan harus bersih dari segala bentuk praktik kecurangan. Apalagi, ini menyangkut anak-anak miskin yang justru paling berhak mendapatkan dukungan penuh dari negara. Jika hal ini dibiarkan, maka bukan hanya kepercayaan masyarakat yang runtuh, tetapi juga masa depan bangsa yang dipertaruhkan.
Karena itu, pemerintah harus bertindak tegas. Aparat penegak hukum wajib turun tangan mengusut setiap dugaan penyimpangan dana PIP. Jangan biarkan kasus semacam ini hanya berhenti pada “pembinaan internal”. Oknum yang terbukti bersalah harus dijerat hukum secara transparan agar menjadi efek jera bagi yang lain.
Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam sistem pengawasan. Orang tua murid, komite sekolah, bahkan organisasi masyarakat sipil harus diberi akses untuk memantau penyaluran dana PIP. Transparansi berbasis digital juga bisa menjadi solusi, sehingga alur pencairan dana benar-benar dapat dipantau publik tanpa ruang gelap.
Pada akhirnya, pendidikan adalah kunci bagi bangsa untuk keluar dari jerat kemiskinan. Jika dana PIP yang seharusnya menjadi jembatan emas justru diselewengkan, maka kita sedang menciptakan jurang baru: jurang ketidakadilan. Dunia pendidikan harus kembali ke jalurnya, sebagai ruang suci yang menumbuhkan harapan, bukan ladang perampokan terselubung.
Ingat, setiap rupiah dana PIP yang hilang, sejatinya adalah doa anak miskin yang terampas. Dan itu bukan hanya tindak pidana, melainkan juga tindak amoral yang menodai nurani bangsa.
0
0
0
0
0
0