Opini

3 Okt 2025, 30 View

Ada Apa dengan Pemerintahan Kecamatan Sungai Tarab?

Tanah Datar - RedaksiDaerah.com — Pemerintahan nagari adalah benteng terdepan yang seharusnya menjadi tempat masyarakat menggantungkan harapan. Namun, di Kecamatan Sungai Tarab, benteng itu mulai retak. Beberapa walinagari dilaporkan tersandung kasus dugaan penyalahgunaan Bantuan Sosial (Bansos) yang justru diperuntukkan bagi rakyat kecil. Pertanyaannya, ada apa dengan wajah pemerintahan di tingkat terdepan ini?

 

Kisruh Bansos seolah menjadi “penyakit menular” di berbagai nagari. Alih-alih menjadi jembatan kesejahteraan, Bansos justru berubah menjadi ajang transaksi gelap yang merugikan masyarakat. Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah fungsi pengawasan di kecamatan benar-benar berjalan, atau justru hanya formalitas belaka?

 

Walinagari, dengan posisi strategisnya, memegang kunci kepercayaan publik. Jika pejabat nagari ikut bermain dalam praktik kotor distribusi bantuan, maka bukan hanya wibawa jabatan yang hancur, melainkan juga kepercayaan rakyat terhadap institusi nagari. Masyarakat yang seharusnya dilindungi malah menjadi korban “politik perut kenyang” oknum penguasa lokal.

 

Kasus ini bukan sekadar soal salah kelola administrasi. Lebih dari itu, ini adalah cermin dari budaya kekuasaan yang terlalu nyaman tanpa kontrol. Padahal, perangkat pemerintahan nagari seharusnya berdiri tegak sebagai pelayan publik, bukan predator yang memangsa rakyat dengan memanfaatkan celah bantuan.

 

Kecamatan Sungai Tarab kini seakan berada di bawah sorotan tajam publik. Apakah camat dan jajarannya sungguh-sungguh melakukan pembinaan serta pengawasan? Atau jangan-jangan, mata sengaja dipejamkan demi kenyamanan politik lokal? Publik berhak tahu, karena setiap rupiah dana bantuan adalah hasil keringat rakyat melalui pajak dan anggaran negara.

 

Lebih ironis lagi, kasus ini mencoreng wajah nagari sebagai basis adat dan budaya Minangkabau. Filosofi “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” jelas bertolak belakang dengan praktik culas menyunat hak rakyat miskin. Ketika integritas walinagari dipertanyakan, maka pondasi nagari pun ikut rapuh.

 

Apabila kasus-kasus ini dibiarkan berlarut tanpa penyelesaian tegas, maka yang lahir bukan hanya kekecewaan, tetapi juga ketidakpercayaan. Dan ketidakpercayaan publik adalah bom waktu yang bisa meledak dalam bentuk apatisme, ketidakpedulian, bahkan penolakan terhadap otoritas nagari.

 

Kita tidak boleh menutup mata. Penegak hukum, inspektorat daerah, hingga camat mesti berdiri di garis depan memberantas praktik penyalahgunaan ini. Jika tidak, Sungai Tarab akan terus menjadi contoh buruk bagaimana kekuasaan di tingkat lokal bisa merusak tatanan sosial ketika pengawasan lumpuh.

 

Kasus walinagari tersandung Bansos di Sungai Tarab adalah peringatan keras: sistem harus dibenahi, transparansi diperkuat, dan integritas dijaga. Jika tidak, nagari hanya akan menjadi panggung sandiwara kekuasaan, sementara rakyat terus menanggung derita.

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih