Redaksi Sumbar

Kondisi badan jalan di Simpang Silambiak–Bukik Mantobak tampak mengalami retakan dan penurunan struktur, meski sebelumnya diklaim telah dilakukan pembongkaran dan pemadatan ulang.

Fondasi “Membaram”, Pengawasan Dipertanyakan: Proyek Jalan Simpang Silambiak–Bukik Mantobak Disorot Tajam

15 Des 2025 - 40 View

Kondisi badan jalan di Simpang Silambiak–Bukik Mantobak tampak mengalami retakan dan penurunan struktur, meski sebelumnya diklaim telah dilakukan pembongkaran dan pemadatan ulang.

Tanah Datar, RedaksiDaerah.com — Proyek rehabilitasi jalan Simpang Silambiak–Bukik Mantobak, termasuk pekerjaan pengamanan jalan di Jorong Koto Tangah, Kenagarian Koto Tangah, Kecamatan Tanjung Emas, kembali menuai sorotan. Hasil wawancara wartawan dengan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Tanah Datar, Refdizalis ST, MT, justru membuka sederet persoalan teknis yang mengindikasikan lemahnya kualitas pelaksanaan dan pengawasan proyek yang dibiayai uang negara tersebut.

Dalam keterangannya, Refdizalis mengakui adanya kondisi timbunan dasar jalan yang “membaram” atau tidak stabil di sejumlah titik pekerjaan. Kondisi ini, menurutnya, memungkinkan air masuk dan merembes ke struktur bawah. Langkah yang diambil disebut berupa pembongkaran ulang dan pemadatan kembali. Namun pengakuan ini sekaligus menegaskan bahwa sejak awal fondasi proyek tidak dalam kondisi ideal saat pekerjaan dilaksanakan.

Baca juga berita sebelumnya:

https://redaksidaerah.com/aroma-amis-proyek-siluman-di-tanah-datar-material-bobrok-pengerjaan-asal-asalan-uang-rakyat-diduga-jadi-bancakan

Fakta di lapangan justru memperkuat dugaan adanya ketidaksesuaian teknis. Dari hasil pantauan wartawan, pondasi bawah di beberapa titik masih terlihat goyah, bahkan retakan kembali muncul meski perbaikan diklaim telah dilakukan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius: apakah metode penanganan yang diterapkan benar-benar sesuai spesifikasi teknis, atau sekadar tambal sulam untuk mengejar penyelesaian pekerjaan.

Persoalan material timbunan pun tak luput dari sorotan. Refdizalis menyebut bahan yang digunakan berasal dari tanah cadas di sekitar lokasi dan telah dipadatkan. Namun secara visual, material tersebut masih bercampur pasir dan tanah halus. Dalam praktik konstruksi jalan, material semacam ini dikenal mudah menyerap air dan berpotensi melemahkan struktur, terutama pada pekerjaan pengamanan tebing dan badan jalan.

Ketika dikonfirmasi soal kepatuhan terhadap spesifikasi teknis, Refdizalis menyatakan bahwa pada saat pelaksanaan tidak ditemukan masalah berarti. Masuknya air, menurutnya, terjadi akibat perembesan yang tidak terprediksi, khususnya pada pertemuan lapisan aspal dan beton. Pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan lanjutan: sejauh mana kajian teknis awal dilakukan, dan apakah potensi risiko perembesan air benar-benar diantisipasi sejak tahap perencanaan.

Dari sisi anggaran, Refdizalis mengungkap nilai pekerjaan berada di kisaran ratusan juta rupiah dan dilaksanakan dalam satu paket kegiatan yang mencakup beberapa titik. Ia mengakui anggaran tidak dirinci per titik pekerjaan. Pola ini membuka ruang abu-abu dalam pengendalian biaya dan kualitas, karena sulit menelusuri secara detail porsi anggaran terhadap hasil pekerjaan di masing-masing lokasi.

Soal keterlibatan pihak luar, Refdizalis menegaskan tidak ada sistem subkontrak. Namun ia juga mengakui bahwa pada segmen tertentu pekerjaan dikerjakan oleh pihak ketiga dengan pelaksana lapangan tersendiri. Fakta ini menunjukkan adanya pembagian pekerjaan di lapangan, yang secara logika menuntut sistem pengawasan berlapis dan lebih ketat, bukan sebaliknya.

Terkait pengujian material, Refdizalis menyatakan batu yang digunakan telah melalui uji laboratorium. Namun untuk pekerjaan yang melibatkan pihak ketiga, pengawasan disebut dilakukan oleh seorang pengawas perorangan, bukan bagian dari struktur pengawasan internal dinas. Skema ini kembali menimbulkan tanda tanya besar soal independensi dan efektivitas pengawasan teknis di lapangan.

Rangkaian fakta dari wawancara dan temuan lapangan ini menegaskan bahwa persoalan proyek pengamanan jalan Simpang Silambiak–Bukik Mantobak tidak semata soal cuaca atau kondisi alam. Lebih dari itu, proyek ini menyentuh inti persoalan perencanaan teknis, kualitas pelaksanaan, serta ketegasan fungsi pengawasan Dinas PUPR Kabupaten Tanah Datar. Publik kini menunggu langkah nyata, bukan sekadar klarifikasi, untuk memastikan proyek tersebut benar-benar aman, berkualitas, dan tidak menjadi ancaman baru bagi pengguna jalan.


---

Reporter: Tim Redaksi 

Editor: Fernando Stroom 

Sumber: Liputan investigasi 

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih