Opini

Suasana kawasan Pondok Cina di Padang, Sumatera Barat. (28/3/2023) Foto: Nadia Israq

1 Apr 2023, 300 View

Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa Pada Etnis Mayoritas Minang

Suasana kawasan Pondok Cina di Padang, Sumatera Barat. (28/3/2023) Foto: Nadia Israq

Banyaknya kaum pendatang di Indonesia menyebabkan terdapatnya keberagaman etnis, ras, suku dan budaya. Setiap etnis memiliki ciri khas kebudayaannya. Salah satunya Etnis Tionghoa di Padang, Sumatera Barat yang sudah hidup dan berkembang hingga membentuk perkampungan yang dikenal dengan istilah Kampung Cina yang berada di Jl. Klenteng, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.

Orang-orang Tionghoa yang datang ke Padang umumnya hidup secara berkelompok. Meskipun mayoritas banyak yang tinggal di daerah kota Tua bernama Kampung Cina. Namun, sudah ada sebahagian dari Etnis Tionghoa yang membentuk pemukiman di berbagai sudut kota Padang, seperti di sekitar Permindo, Belakang Olo Padang.

Toleransi Antar Budaya

Setiap masyarakat memiliki budaya yang dapat berbentuk adat istiadat, politik, ekonomi, dan kepercayaan. Etnis Tionghoa sendiri di kota Padang memiliki budaya yang terkenal dengan sebutan Klenteng. Klenteng See Hin Kong merupakan salah satu perwujudan akulturasi kebudayaan dan agama yang terletak di Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Selain menjadi tempat peribadatan umat beragama Konghucu, bangunan suci ini juga menjadi destinasi wisata yang dapat dikunjungi oleh semua kalangan di kota Padang. Umumnya agama yang dianut dalam Etnis Tionghoa adalah agama Khatolik, Budha, dan Islam.

Keindahan arsitektur Klenteng khas budaya Tiongkok yang identik dengan ornament merah dan berbagai macam patung dewa-dewi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat lokal. Banyak orang-orang yang berkunjung untuk sekedar berfoto dan menikmati spot wisata kawasan kota Tua dengan melihat pemandangan di sekitaran Kampung Cina di Kota Padang.

Menurut Haong petugas bagian luar melayani umat di tempat peribadat an etnis Tionghoa di Kota Padang, mengatakan bahwa, agama manapun boleh masuk ke Klenteng namun sebelumnya harus mengikuti aturan yang ada. Jika ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kebudayaan Tionghoa di Klenteng. Pengunjung terlebih dahulu harus mengisi surat di kantor bagian sekretariatnya. Setelah itu akan ada seseorang yang mendampingi untuk menjelaskan berbagai macam terkait dengan ajaran-ajaran atau agama leluhurnya, seperti pengetahuan mengenai patung dewa-dewi di dalam Klenteng.

“Klenteng cuma ada satu di Padang, kalau ingin foto itu silahkan, tapi ada batasnya. Bukan ga boleh, cuman melalui prosedurnya. Jika ingin beribadah silahkan langsung. Pelayanannya Buka tiap hari kecuali hari besar dan hari minggu. Buka jam 8 sampai jam 5 sore.” ujarnya.

Keberadaan Etnis Tonghoa di Kota Padang sudah diterima dengan baik oleh masyarakat Minang. Hal ini dibuktikan dengan sikap saling mengapresiasi perayaan hari besar umat Konghucu. Setiap penyambutan hari raya Imlek, Etnnis Tionghoa selalu menggelar festival Cap Go Meh, acara tersebut memperlihatkan bagaimana akulturasi dua kebudayaan yang dapat hidup secara berdampingan. Masyarakat minang yang mayoritas ikut menyaksikan dan menikmati rangkaian kesenian budaya multi etnik tersebut.

Bentuk Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dalam Sektor Ekonomi Minang

Dalam kehidupan bermasyarakat, etnis Tionghoa hidup berdampingan dengan etnis Minang yang mayoritas. Meski kedua Etnis tersebut memiliki karakteristik budaya yang berbeda Namun, ada beberapa tradisi yang serupa. Kebiasaan berdagang dan merantau menjadi tradisi paling terkenal dilakukan oleh kedua Etnis tersebut. Keduanya, sama-sama memiliki keahlian dalam bidang perdagangan dengan memiliki strategi sendiri dalam memaknai bisnis.

Etnis Tionghoa terkenal dengan etos kerja yang sangat baik. Apalagi karena mereka merupakan kaum minioritas, sehingga menjadikan mereka memiliki daya juang tinggi dalam berwirausaha. Pada umumnya Etnis Tionghoa berdagang di wilayah tempat kediaman mereka yang terkenal dengan kawasan pondok Cina. Sebahagian besar usaha yang dijalankan dikelola secara turun temurun dari generasi ke generasi atau ada juga yang baru merintis sendiri. Terdapat pasar yang memiliki beberapa ruko bertingkat untuk usaha kelontong, elektronik, obat-obatan, hingga usaha kuliner yang dominan dimiliki oleh Etnis Tionghoa. Namun, tak menutup kemungkinan, untuk orang-orang pribumi asli Minang yang juga ikut berwirausaha di tanah Kongsi tersebut.

Konsumennya pun tak hanya dari sekitar wilayah pondok cina saja, tetapi banyak juga dari masyarakat lokal. Terkadang karena prinsip dagang Etnis Konghucu yang selalu menjaga hubungan baik dengan pelanggan, menghargai sekali waktu dan memiliki ciri khas kerja yang unik yaitu tidak harus untung besar atau harga yang ditawarkan lebih murah membuat masyarakat Minang lebih suka berbelanja di pasar Pondok Cina tersebut.

Pola-pola Interaksi Sosial Masyarakat Etnis Tionghoa di Padang

Cara seseorang berkomunikasi akan dipengaruhi oleh budaya yang mereka tempati. Sikap cepat beradaptasi di lingkungan yang berbeda membuat Etnis Tionghoa mudah diterima oleh masyarakat Minang. Etnis Tionghoa sendiri sudah lama tinggal di Indonesia khususnya di Padang, mereka sudah banyak berbaur dengan masyarakat lokal. Hal ini tak bisa dipungkiri sebab secara naluri manusia adalah makluk sosial yang tidak mampu hidup sendiri dan harus hidup bermasyarakat. Sehingga inilah yang menjadi jawaban mengapa etnis Tionghoa lebih fasih menggunakan bahasa Minang ketimbang bahasa dari nenek luhurnya.

Proses interaksi sosial dapat terjalin jika adanya hubungan timbal balik antara satu dengan orang lainnya. Apalagi kemajuan teknologi dan komunikasi memungkinkan setiap individu dapat berinteraksi dengan semua orang. Dunia pendidikan menjadi salah satu wadah untuk melakukan interaksi sosial tersebut. Orang-orang dari berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda mengenyam dunia pendidikan yang sama, sehingga membuat terjalinnya komunikasi antar individu atau kelompok. Keberagaman bahasa dan budaya yang dipersatukan dalam lingkungan sekolah menjadi faktor penunjang etnis Tionghoa bisa berbahasa Minang.

Begitupun dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam transaksi jual beli di pasar pondok Cina. Etnis Tionghoa umumnya menggunakan bahasa Minang Pondok untuk melakukan interaksi dengan pelanggan atau pembeli yang kebanyakan berasal dari masyarakat Minang asli.

Meski begitu. Uniknya, etnis Tionghoa tidak pernah melupakan dialek bahasa yang menjadi penentu identitas budayanya. Pemakaian bahasa yang digunakan Etnis Tionghoa di kota Padang dikenal dengan istilah bahasa Minang pondok. Terdapat perbedaan tipis dalam penuturan bahasa asli Minang dengan bahasa Minang Pondok. Seperti ungkapan kata “air”, Jika di Minang disebut “aia”. Nah, etnis Tionghoa menyebut kata air dengan “aek”. Atau kata “ambil” jika di minang “ambiak”, etnis Tionghoa menyebutkan “ambek”.

Keberagaman suku, ras, dan budaya bukan menjadi hambatan untuk menyatu, tetapi menjadi potensi kekuatan dalam kemajuan di berbagai sektor bidang. Kemampuan Etnis Tionghoa beradaptasi di lingkungan yang mayoritas masyarakat Minang membuat hubungan sosial budaya semakin baik. Selain Etnis Tionghoa sebenarnya masih ada etnis diluar Minang yang hidup dan berkembang di Sumatera Barat. Seperti halnya Etnis Batak, Jawa, Melayu dan Nias. Semua Etnis tersebut sudah tinggal dan menyebar di setiap sudut kota Padang. Sikap saling menghormati tradisi atau kebudayaan yang ada ditengah masyarakat, muncul ketika setiap individu memiliki kesadaran tentang arti dari nilai-nilai kebhinekaan Tunggal Ika. Sehingga terbentuklah suatu bangsa yang harmonis dengan kasus konflik paling sedikit.

 


Penulis   : Nadia Israq Chaniago
Editor      : Tim Redaksi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa yang anda rasakan setelah membacanya...?

love

0

Suka
dislike

0

Kecewa
wow

0

Wow
funny

0

Lucu
angry

0

Marah
sad

0

Sedih