29 Nov 2025 - 286 View
Tanah Datar, RedaksiDaerah.com — Sabtu (29/11), memasuki hari ketiga pasca banjir bandang dan tanah longsor yang menghajar Nagari Malalo hingga kawasan Tigo Jurai, Kecamatan Batipuh Selatan, situasi di lapangan masih berada dalam kondisi darurat akut. Bupati Tanah Datar Eka Putra, SE, MM kembali turun langsung meninjau lokasi bencana bersama jajaran Forkopimda, memastikan penanganan berjalan di tengah keterbatasan ekstrem.
Enam titik banjir bandang yang teridentifikasi hingga saat ini memutus total akses Sumpu–Malalo. Ribuan warga benar-benar terisolasi. Tidak ada lalu lintas darat yang bisa ditembus—bahkan kendaraan roda dua pun tak mampu menyeberang. Danau Singkarak menjadi satu-satunya jalur hidup untuk evakuasi dan logistik, memaksa tim gabungan mengandalkan perahu karet dan kapal kayu dalam kondisi cuaca yang tidak menentu.
Di tengah urgensi penyelamatan warga, muncul fakta pahit. Bupati Eka Putra menegaskan bahwa hingga Sabtu sore, seluruh bantuan yang tiba di titik nol bencana hanya bersumber dari kekuatan internal Kabupaten Tanah Datar. Mulai dari swadaya masyarakat, ASN, TNI, Polri, hingga guru dan tenaga kesehatan. Bantuan dari Pemerintah Provinsi Sumbar maupun Pemerintah Pusat—yang seharusnya menjadi tulang punggung operasi besar seperti ini—belum ada yang tercatat masuk ke lokasi terdampak.
Eka Putra menyebut keterlambatan itu bisa dimaklumi dari sisi teknis karena akses darat terputus total. Namun, ia menegaskan bahwa kondisi saat ini tidak bisa hanya dijelaskan dengan alasan logistik. Warga membutuhkan makanan, selimut, obat-obatan, dan alat berat untuk membuka akses sesegera mungkin. “Krisis ini tidak bisa menunggu,” ujarnya kepada wartawan RedaksiDaerah.com.
Pemkab Tanah Datar telah menggelar langkah cepat dengan mengalokasikan Dana Belanja Tak Terduga (BTT) sebesar Rp 3 miliar dan menyiapkan cadangan beras lima ton. Namun, tanpa dukungan alat berat tambahan, penanganan di lapangan berjalan terseok-seok. Material longsor menimbun badan jalan setinggi beberapa meter, sementara di sejumlah titik, aliran galodo masih aktif.
Ancaman susulan kini menjadi momok paling menakutkan. Visual udara menunjukkan tumpukan kayu besar dan material tanah menumpuk di hulu—bom waktu yang menanti pemicu berupa hujan deras. Bupati Eka Putra menyebut kondisi warga di zona merah seperti “duduk di atas bahaya yang bisa meledak kapan saja”.
Pemerintah daerah telah mengeluarkan peringatan keras untuk warga Padang Laweh, Guguak Malalo, dan kawasan lereng lain yang masih bertahan di rumah masing-masing. Mereka diminta segera mengungsi. Posko utama telah dibuka di Batutaba, dengan jaminan ketersediaan makanan dan kebutuhan dasar bagi seluruh penyintas.
Pada saat yang sama, tim di lapangan terus berupaya membuka jalur darat dengan alat berat yang ada. Namun, skala kerusakan terlalu besar sehingga progres berlangsung lambat. Jalur air di Danau Singkarak pun menjadi tulang punggung satu-satunya untuk memobilisasi bantuan, termasuk membawa warga sakit, lansia, dan perempuan hamil ke lokasi aman.
Ketergantungan penuh pada jalur air ini membuat kebutuhan armada yang lebih besar menjadi mendesak. Perahu nelayan dan perahu karet tidak cukup untuk menopang skala evakuasi dan distribusi logistik yang dibutuhkan ribuan warga.
Tragedi di Malalo kini bukan hanya persoalan bencana alam. Ini menjadi ujian telanjang bagi kecepatan respon birokrasi penanggulangan bencana di Sumatera Barat. Masyarakat Tanah Datar menunggu lebih dari sekadar kunjungan pejabat; mereka menunggu tindakan nyata yang mampu menyelamatkan nyawa sebelum galodo susulan kembali turun dari perbukitan.
Dalam peninjauan hari ketiga ini, Bupati Eka Putra didampingi Kapolres Tanah Datar, Kapolres Padang Panjang, serta Dandim 0307 Tanah Datar. Tim gabungan terus berjibaku di lapangan, namun situasi krisis masih jauh dari kata terkendali.
---
Reporter: Fernando Stroom
Editor: RD TE Sumbar
Sumber: Liputan
0
0
0
0
0
1